Menjaga Akar Keadilan: Mengapa Kemenangan Politik Adalah Ujian Karakter Terberat Kita? (Refleksi Surah Al-An’am 6:44-45)
Setiap langkah yang diayunkan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera Jawa Timur (PKS Jatim) senantiasa ditopang oleh dua kekuatan: legitimasi politik yang didapat dari rakyat, dan legitimasi spiritual yang bersumber dari janji Tauhid dan Amanah kepada Allah. Sejarah membuktikan, kekuatan sejati PKS lahir dari gerakan dakwah tarbiyah, sebuah fondasi yang menuntut integritas moral di atas ambisi duniawi. Kita hadir bukan hanya untuk berebut kursi, melainkan untuk memperbaiki bangsa dengan membawa panji Bersih, Peduli, Profesional dan Negarawan.
Namun, perjalanan kita di gelanggang politik seringkali memunculkan ilusi yang paling berbahaya: anggapan bahwa kemenangan adalah tanda mutlak perkenan Ilahi. Ketika suara bertambah, kursi legislatif terisi, dan sumber daya operasional melimpah, kita berada dalam sebuah Ujian Kesejahteraan yang jauh lebih berat daripada masa-masa minoritas dan penindasan. Al-Qur’an secara tegas memberikan peringatan mengenai mekanisme sistematis kehancuran kaum yang lalai, sebuah hukum sejarah abadi (Sunnatullah) yang berlaku bagi setiap entitas, termasuk organisasi politik.
Mari kita merenungi firman Allah dalam Surah Al-An’am, ayat 44 dan 45, yang menjadi pijakan kritis bagi manajemen dan pembinaan kader kita:
{فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ}
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”
{فَقُطِعَ دَابِرُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْۚ وَٱلۡحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ}
“Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Sunnatullah Kehancuran: Siklus Kelalaian dan Akumulasi Kezaliman
Ayat 44 menjelaskan tahap kritis yang harus kita waspadai, yaitu ketika organisasi mulai “melupakan peringatan” (Nasu ma Dzukiruu bih). Kelalaian ini, atau risiko Nasyan, muncul persis setelah kita menikmati fase “pembukaan semua pintu kesenangan” (Fatahna Alaihim Abwaba Kulli Syai’). Kenaikan perolehan suara yang signifikan atau penambahan jabatan strategis di Jawa Timur, harus kita pandang sebagai uji coba berat. Jika kader dan pimpinan mulai terlena, menganggap kesuksesan politik sebagai hasil kecerdasan semata, maka disitulah Nasyan mengakar.
Nasyan dalam konteks manajemen PKS Jatim adalah kegagalan memori institusional: ketika kita melupakan bahwa Istiqamah dalam penegakan disiplin adalah prasyarat keberkahan. Kaderisasi menjadi longgar, tabligh (menyampaikan dan memberi contoh) terhenti, dan kegiatan Muhasabah (refleksi diri) mingguan atau bulanan tidak lagi dijalankan dengan kesungguhan. Kelalaian ini memungkinkan Kezaliman (Zulm) perlahan-lahan merembes. Zulm yang paling berbahaya adalah zulm struktural: ketika Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) atau Dewan Syariah Wilayah (DSW) memilih untuk melindungi kader yang jelas-jelas melanggar etika dan hukum demi mempertahankan modal politik, pengaruh, atau dana. Tindakan ini, yang mengorbankan Keadilan Politik demi kepentingan korporat, secara institusional menempatkan PKS Jatim ke dalam kategori Qoum Alladzina Zhalamu (kaum yang zalim).
Klimaks dari akumulasi kezaliman ini adalah hukuman yang datang secara tiba-tiba (Akhadznahum Baghtah). Krisis ini bukanlah serangan eksternal acak, melainkan hasil logis dari zulm yang terakumulasi di internal. Kejatuhan ini, yang membuat para pelaku terdiam putus asa (mublisun), diakhiri dengan vonis kehancuran total: “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya” (Faquti’a Dabirul Qawmil Ladziina Dzalamuu). Hukum ini bersifat kekal, tidak berubah, dan mengikat nasib setiap organisasi.
K2P2 sebagai Pembangkit Istiqamah dan Gardu Pertahanan Etika
Kerangka Kader, Kaderisasi, dan Pelayanan Publik (K2P2) adalah respons strategis dan spiritual kita untuk memastikan PKS Jatim tidak pernah menjadi entitas yang akarnya terputus. K2P2 adalah praktik nyata Istiqamah dalam menunaikan Amanah.
1. Penguatan Pilar Kader dan Kaderisasi: Menjaga Kualitas Jantung Organisasi
Istiqamah sejati dimulai dari pemurnian niat dan penguatan komitmen normatif di setiap jenjang kader. Kita harus memastikan bahwa pembinaan kader tidak hanya berfokus pada pelatihan teknis pemenangan pemilu, tetapi pada peneguhan Matiinul Khuluq atau Akhlaqul Karimah.
Kaderisasi yang kuat adalah benteng melawan Nasyan. Setiap kader harus didorong untuk aktif melakukan Muhasabah pribadi dan kelompok, menjauhi lingkungan yang melegitimasi kebatilan. Kader yang bersemangat untuk berperan aktif dan mendalam dalam setiap aktivitas kerja (profesionalisme) dan yang memiliki integritas, tanggung jawab, serta keteladanan, akan secara otomatis menolak godaan kekuasaan. Ini adalah Manajemen Risiko Etika yang paling ampuh: menempatkan individu yang saleh dan kompeten di semua lini kepemimpinan, sehingga zulm tidak menemukan tempat untuk berkembang.
2. Keadilan Politik (Internal): Menghindari Zulm Struktural
Janji kehancuran (Faquti’a Dabiruhum) ditujukan kepada kaum yang zalim. Untuk menghindari takdir ini, PKS Jatim harus secara tegas mempraktikkan Adl (Keadilan) struktural, yang merupakan salah satu dari Tujuan Hukum Syariah (Maqashid al-Syariah).
Pimpinan harus memastikan bahwa Dewan Syariah dan mekanisme pengawasan internal bekerja dengan Independensi dan Otonomi. Standar disiplin harus diterapkan secara konsisten, tanpa memandang status atau jabatan kader. Ketika kita bersikap vis-a-vis (berhadapan) dengan lembaga penegak hukum eksternal, hal itu seolah-olah mengkhianati slogan “Bersih” dan merupakan bentuk zulm terhadap konstituen. Dengan bekerja sama secara transparan dan menindak tegas kader yang melanggar, PKS Jatim menunjukkan kepada rakyat Jawa Timur bahwa partai ini tidak mau menjadi bagian dari Qoum Alladzina Zhalamu. Keadilan internal yang tegas adalah satu-satunya cara kita menunjukkan bahwa kita belum melupakan peringatan Ilahi.
3. Pelayanan Publik dan Keummatan: Menguatkan Basis Kultural
Gerakan kultural dan pelayanan sosial—seperti santunan, aksi solidaritas, dan pelayanan kesehatan yang selama ini menjadi ciri khas PKS Jatim—bukanlah sekadar alat politik, melainkan perwujudan konkret dari Amanah. Kegiatan ini menanamkan solidaritas sosial (‘Asabiyyah positif, dalam istilah Ibnu Khaldun) dan menjaga hubungan simbiotik antara partai dan masyarakat (al-rijal).
Ketika kader turun langsung ke tengah-tengah ummat dan elemen kultural lainnya di Jatim, kita sedang membuktikan bahwa kekuasaan yang diberikan rakyat tidak dialihkan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk Maslahah (kemaslahatan umum). Jika basis keummatan terabaikan, dan energi terkuras hanya pada konflik elit, maka kita telah melupakan tujuan sejati (Nasu ma Dzukiruu bih) dan secara perlahan merusak akar dukungan kita. Pembangunan diri kader (Fokus pada Pembangunan Diri) dan kemandirian dalam bekerja harus diarahkan pada peningkatan kontribusi kepada masyarakat, menjadikan pelayanan sebagai tolok ukur Istiqamah yang paling jujur.
Kita tidak pernah takut dengan kekuatan zalim di luar sana, karena kita tahu kehancuran mereka telah dijamin oleh Sunnatullah. Ketakutan kita yang paling besar justru adalah kegagalan internal kita sendiri. Kehancuran akar (Faquti’a Dabiruhum) adalah takdir bagi organisasi yang terlena dalam kesenangan politik dan secara sadar menoleransi zulm.
Oleh karena itu, mari kita teruskan jihad Tarbiyah dan Pelayanan Publik di Jawa Timur. Mari kita tegaskan bahwa setiap peningkatan kursi dan perolehan dana harus dibalas dengan pengetatan disiplin dan penegasan Keadilan. Dengan menjaga Istiqamah dalam setiap langkah, kita tidak hanya menunaikan Amanah kepada rakyat, tetapi juga memenuhi prasyarat ilahi untuk menyaksikan janji kemenangan dan tegaknya keadilan sejati. Pada akhirnya, kita akan bersyukur atas takdir universal: “Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (Walhamdu lillaahi Rabbil ‘Aalameen), karena Dia telah membersihkan dunia dari kezaliman, dan kita pantas menjadi bagian dari ummat yang teguh di atas kebenaran.5}
.png)
Komentar
Posting Komentar