Langsung ke konten utama

Facebook Fanspage

31 Juli 2020 Idhul Adha



SUDAH SIAP? Hubungi pengurus PKS terdekat. 
Mari menyembelih dan menyalurkan hewan kurban bersama PKS.
31 Juli 2020 Idhul Adha
.
*protokolkesehatanmodeon

Rangkaian kata Idul-Adha yang terdiri dari dua kata itu berasal dari bahasa Arab. Kata pertama Idul berasal dari kata "'aada-ya'uudu-awdatan wa 'iidan" yang berarti kembali. Sedangkan Adha adalah kata kerja yaitu "Adha-Yudhii-udhiyatan" yang berarti berkorban. Dengan demikian, idul adha adalah suatu perayaan yang dilakukan oleh ummat sebagai tekad untuk kembali kepada semangat pengorbanan. 

Defenisi ini tentu sangat sederhana. Namun saya yakin, jika kita kaji lebih jauh makna filosofis yang ada padanya, akan kita dapati betapa hal ini sangat mendasar dalam kehidupan kita. Dikatakan bahwa kehidupan ini adalah jihad atau perjuangan (al hayaatu jihaadun), sedangkan setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Dengan demikian, sifat berkorban adalah sifat keharusan bagi setiap insan. Sehingga kesadaran untuk kembali kepada sifat ini merupakan suatu keharusan pula. 

Dalam konteks waktu pelaksanaannya, yaitu pada hari pelemparan Jumrah Aqabah dilakukan oleh jama'ah haji, juga menunjukan bahwa salah satu bentuk pengorbanan yang paling mendesak adalah pengrobanan dalam melakukan perlawanan tanpa akhir dengan musuh-musuh kita. Sehingga perayaan idul adha juga berarti suatu kesadaran sejati untuk melakukan perlawanan terhadap musuh-musuh manusia dalam kehidupan ini. 

Kali ini, saya tidak akan menguraikan makna idul adha dari kata "adha" ini sendiri, melainkan saya akan bertolak dari kata "Korban" yang lebih dikenal di kalangan Muslim Indonesia. Korban dalam bahasa Indonesia sesungguhnya juga berasal dari kata Arab "Qurbaan" yang asalnya adalah "Qaruba-yaqrabu-qurbun wa qurbaan" (kedekatan yang sangat). 

Kata "qurbaan" adalah bentuk tafdhiil yang menunjukkan penguatan terhadap sifat yang dikandung kata tersebut. Dengan demikian, kurbaan atau korban adalah wujud kedekatan yang sangat tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan simbol penyembelihan hewan seorang hamba diharapkan semakin dekat (qariib) dengan Rabnya. Penyerahan pengorbanan dan tersimbahnya darah dari hewan adalah simbol penyerahan hidup seorang hamba kepada Rabbul 'aalamin sekaligus pembuktian dari ikrarnya: "Qul inna shalaati wa nusukii wamahyaaya mamaati lillahi Rabbil 'aalamiin" (sungguh shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku adalah milik Allah, Tuhan seluruh alam). 

Melaksanakan korban adalah bentuk ritual yang sedemikian suci dan tinggi yang menggambarkan kedekatan seorang hamba terhadap Sang Khaliq. Seolah dengan segala keredhaan, dipersembahkan yang tercinta (kasus Ibrahim dengan anaknya) dalam rangka meraih keredhaan Ilahi. Sehingga pada akhirnya akan terpatri suatu hubungan yang dibangun di atas landasan "Radhiyatun Mardhiyaatun" yaitu seorang hamba yang memiliki jiwa yang redha lagi diridhai oleh Allah SWT" Tingkatan kejiwaan seperti ini adalah puncak kejiwaan insan muttaqiin, sebagaimana disebutkan dalam tingkatan-tingkatan tangga riyadhah nafsiyah (latihan kejiwaan) dalam dunia tasawuf. 

Penjelasan kejiwaan seperti ini sendiri sejalan dengan makna lain yang dikandung oleh kata "Adha" atau "Dhuha". 

Dalam bahasa Arab, selain berarti pengorbanan, kata dhuha juga berarti suatu waktu di mana mentari sedang menapaki jenjang awal dalam terbitnya. Maka dikenallah misalnya waktu dhuha dengan shalat sunnah dhuhanya. Waktu ini secara khusus dinamakan dhuha, karena pada masa ini merupakan awal mentari pagi menapaki jenjang-jenjang kebarangkatannya menuju ufuk. 

Artinya, Pengorbanan yang dilakukan seorang Mu'min sesungguhnya juga merupakan mentari jiwa dalam menapaki kehidupannya menuju alam kehidupan sejatinya. Diharapkan dengan motivasi pengorbanan, jiwa semakin bersih, suci (muzakkah) sehingga dapat berpaut dengan nuur cahaya Ilahi. Dengan jiwa bersih dan suci ini (qalbun saliim) seorang Muslim manapaki sisa-sisa perjalanannya menuju Khaliqnya. Hanya jiwa seperti ini yang dapat membawa manfaat di hari segala sesuatunya akan sia-sia dan bahkan menjadi penyesalan (yawma laa yanfa'u maalun wa laa banuun, illa man atallaha biqalbin saliim). 

Namun, akankah serpihan sinar tersebut bersembunyi di balik nurani-nurani manusia? Akankah ia ragu menampakkan diri kepada mereka-mereka yang di sekeliling kita? Masihkah pantulan sinar itu terhijab oleh ego manusia itu sendiri? 

Bagi Muslim sejati, jawabnya adalah tidak. Seorang Muslim sejati, sebagaimana ia dituntut untuk terus membesarkan sinar qalbunya, juga dituntut agar sinar qalbunya mampu terrefleksi ke alam sekitarnya. Di sinilah ia dituntut dalam pengabdiannya untuk bertakbir (Allahu akbar) membesarkan Ilahi. Namun pada akhirnya jua ia harus menyinari alam sekitarnya dengan sinar kedamaian dan ketentraman (Salaam). 

Kesadaran jiwa pengrobanan seperti ini menjadi tuntutan yang begitu mendesak saat ini. Pasca krisis yang terjadi di negara kita telah meninggalkan permasalahan-permasalahan sosial yang cukup parah. Pengangguran, yang nota benenya hampir semuanya adalah Muslim, kini mencapai jumlah 36 juta manusia. Pembantaian sistematis akibat dendam yang tak berkesudahan di berbagai tempat, khususnya di Maluku masih terus berlangsung. Anak-anak remaja yang tercampakkan ke dalam jurang narkoba, prostitusi dan berbagai masalah lainnya, telah mengancam masa depan generasi ummat ini. Semua ini adalah realita-realita kehidupan yang membutuhkan sinar (dhuha) mentari yang terpantul dalam nurani setiap Mu'min. Akankah kita biarkan semua ini berlalu? Akankah kita merayakan pengorbanan ini, sementara tak secercah sinar pengorbanan terbetik dalam jiwa kita? Ingat, "Man lam yahtamma bi amril Muslimiina falaesa Minhum" (sungguh siapa yang tidak memperhatikan masalah ummat Islam, maka bukanlah dari golongan mereka). Semoga Idul Adha kita kali ini menjadi semangat pengorbanan yang hakiki. Suatu semangat yang melandasi hidup dan kehidupan kita menuju ridha Ilahi, sekaligus menyinari qalbu dan nurani kita untuk menengok realita kebesaran Khaliq an realita kehidupan di sekitar kita. Alangkah, kegelapan menjadi kabut tebal yang menutupi kebenaran Ilahi di sekitar kita perlu disingkap dengan sinar mentari pagi (dhuha) yang kita rayakan ini. Wallahu A'lam, dan Selamat berkorban. 

Idul Adha dilakukan sehari setelah pelaksanaan puncak ibadah haji, Wukuf Arafah, ditunaikan oleh mereka yang sedang menunaikannya. Pada hari ini yang dinamai sebagai hari "nahar" atau hari mengalirnya darah hewan korban, para jema'ah haji mengalir (afadha dalam bahasa Qur'annya) ke daerah Mina untuk melakukan pelemparan terhadap "Jamrah Aqabah" yang selanjutnya dilanjutkan dengan tahallul awal sebagai tanda dihalakannya kembali berbagai hal yang diharamkan dalam rangkaian ihram, kecuali hubungan suami-isteri (seksual).  

M. Syamsi Ali New York

sumber : unhas.ac.id

sumber : unhas.ac.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAKERDA PKS Magetan 2025 Tegaskan K2P2 sebagai Arah Perjuangan

Magetan — Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Magetan menggelar Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) 2025 pada Ahad, 14 Desember 2025, bertempat di Hotel Bukit Bintang, Magetan. Kegiatan strategis ini menjadi momentum konsolidasi dan peneguhan arah perjuangan PKS Magetan dalam menyongsong agenda politik dan pelayanan publik ke depan. RAKERDA dihadiri oleh jajaran pengurus Dewan Pengurus Tingkat Daerah (DPTD), Dewan Pengurus Cabang (DPC) se-Kabupaten Magetan, Fraksi PKS DPRD Magetan, serta Anggota DPR RI Fraksi PKS, Riyono Caping. Kehadiran para pimpinan dan kader dari berbagai tingkatan ini mencerminkan soliditas struktur serta semangat kebersamaan dalam mengokohkan gerak langkah partai. Kegiatan RAKERDA mengusung tema “Kokohkan Barisan, Tingkatkan Pelayanan, Raih Kemenangan”, selaras dengan kerangka kerja K2P2 (Kader, Kaderisasi, Pelayanan Publik) yang menjadi landasan strategis PKS. Ketua DPD PKS Magetan, Indra Kusuma Aryanto, membuka kegiatan dengan pantun penuh makn...

Pemuda, Politik, dan Masa Depan Indonesia : Menafsir Ulang Sumpah Pemuda

Setiap kali bulan Oktober datang, kita diingatkan kembali pada Sumpah Pemuda. Hampir seabad lalu, anak-anak muda yang jauh dari kata mapan berani bersumpah: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Dari situlah lahir bara perjuangan kemerdekaan. Kini, 2025, pertanyaan yang harus kita ajukan: apakah panggung pemuda masih ada, atau sudah habis dikuasai oleh kepentingan pragmatis dan politik dinasti? Sejarah Indonesia jelas: pemuda selalu menjadi motor perubahan. Tahun 1966, mahasiswa mengguncang Orde Lama. Tahun 1998, mahasiswa menumbangkan Orde Baru. Tetapi hari ini, generasi muda lebih sering sibuk dengan layar ponsel ketimbang membicarakan masa depan bangsanya. Bukan salah teknologi sepenuhnya, tetapi budaya instan dan distraksi digital membuat banyak pemuda kehilangan arah. Magetan, tanah kita, menghadapi tantangan yang sama. Banyak anak muda memilih merantau ke Surabaya, Jogja, Jakarta, atau bahkan ke luar negeri demi mencari penghidupan yang lebih layak. Pertanian dan peternakan, ...

Relawan PKS membantu beres-beres sisa banjir di Pojok

Relawan PKS membantu proses pembersihan sisa-sisa banjir bandang di Desa Pojok Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan. #BERITAFOTOPKS | Magetan -- Sejumlah Relawan DPD PKS Magetan membantu korban banjir di wilayah Kabupaten Magetan bagian Selatan, Jawa Timur, Selasa (16/03/2021). Banjir terjadi dikarenakan hujan intensitas deras yang turun terus menerus yang mengakibatkan banjir luapan sungai mulai dari atas ke sungai Balekambang desa Tladan, sungai Ngunut, Kedung Sigit dan tanah longsor dibeberapa titik. Kader dan Relawan PKS Magetan melakukan beberapa kegiatan untuk membantu korban bencana alam tersebut. Diantaranya membantu warga korban terdampak banjir di Desa Pojok Kecamatan Kawedanan Magetan. Fotografer: Hafazara/PKS Foto sumber : pks.id